BAB 2
PERILAKU KONSUMEN DALAM KONTEKS
JASA
Memahami perilaku konsumen adalah
jantung pemasaran. Kita harus memahami bagaimana orang mengambil keputusan
mengenai pembelian dan penggunaan sebuah layanan, dan apa yang menentukan
kepuasan mereka setelah mengonsumsi jasa tersebut.
MODEL TIGA TAHAP KONSUMSI JASA
1. TAHAP PRA PEMBELIAN
·
Kesadaran akan kebutuhan
·
Pencarian informasi
Ø Klasifikasi
kebutuhan
Ø Mengekplorasi
berbagai solusi
Ø Mengidentifikasi
alternatif produk layanan dan pemasok
·
Pengevaluasian sejumlah
alternatif (solusi dan pemasok)
Ø Mempelajari
informasi pemasok
Ø Mempelajari
informasi dari pihak ketiga
Ø Mendiskusikan
opsi-opsi dengan petugas layanan
Ø Mencari
saran dan masukan dari penasihat pihak ketiga atau dari pelanggan lain
·
Mengambil keputusan pembelian
layanan dan biasanya melakukan reservasi
|
Timbulnya kebutuhan
Pembentukan pengelompokkan
Atribut penyelidikan/riset ,
pengalaman dan kepercayaan
Persepsi resiko
Pembentukan harapan
·
Tingkat layanan yang diinginkan
·
Tingkat layanan yang memadai
·
Tingkat layanan yang diperkirakan
zona toleransi
|
2. TAHAP TRANSAKSI INTERAKSI JASA
Melakukan
pemesanan layanan kepada pemasok yang terpilih atau memprakarsai tindakan
swalayan/self service
|
Moment of truth
Transaksi interaksi jasa
Sistem servuction
Teori peran dan naskah
Teater sebagai metafora
|
3. TAHAP PASCA TRANSAKSI INTERAKSI
JASA
·
Mengevaluasi kinerja layanan
·
Intensi di masa mendatang
|
Konfirmasi/diskonfirmasi terhadap
ekspektasi
Ketidakpuasan, kepuasan, dan kegembiraan
Pembelian kembali
Word of mouth
|
Jasa
Kontak-tinggi
|
Jasa
Kontak-rendah
|
Dapat mengunjungi dan mengamati tempat
secara fisik (+pilihan kontak-rendah)
|
Melihat situs internet dan buku
telepon, menelepon
|
Dapat mengunjungi dan mengamati
(mungkin mencoba) peralatan, fasilitas, prosedur yang dijalankan: bertemu
dengan pegawai, melhat pelanggan (+pilihan jarak jauh)
|
Lebih banyak kontak jarak jauh (situs
internet, blog, telepon, email, publikasi)
|
Di tempat atau reservasi jarak jauh
|
Jarak jauh
|
Di tempat saja
|
Jarak jauh
|
TAHAP PRAPEMBELIAN
a. Timbulnya
kebutuhan
Keputusan untuk membeli
atau menggunakan suatu jasa akan dipicu oleh kebutuhan dasar atau timbulnya
kebutuhan dari seorang individu maupun organisasi. Kesadaran akan suatu
kebutuhan ini akan mendorong pencarian informasi dan pengevaluasian berbagai
alternatif sebelum sebuah keputusan diambil. Kebutuhan ini bisa dipicu oleh:
·
Pikiran bawah sadar
·
Kondisi fisik
·
Sumber eksternal
Ketika menyadari adanya sebuah kebutuhan,
orang akan termotivasi untuk mengambil tindakan yang dapat memenuhi kebutuhan
itu.
b. Pencarian
Informasi
Begitu suatu kebutuhan atau masalah sudah
disadari, para pelanggan akan termotivasi mencari solsi untuk memuaskan
kebutuhan mereka. Beberapa alternatif akan muncul ke pikiran, dan membentuk evoked set atau disebut set pertimbangan
(consideration set) suatu kumpulan produk atau merek yang mungkin
dipertimbangkan oleh seorang pelanggan dalam proses pengambilan keputusan. Set
pertimbangan ini dapat diperoleh dari pengalaman masa lalu atau sumber
eksternal seperti iklan, pajangan toko, berita dll.
c. Mengevaluasi
Sejumlah Alternatif
Atribu-atribut
Jasa
Tingkat kesulitan dalam pengevaluasian produk
jasa sebelum dibeli ini adalah suatu sifat yang kami bedakan menjadi tiga tipe
:
·
Search
atribute/ atribut pencarian, adalah karakteristik
nyata/berwujud yang daat dinilai oleh para pelanggan sebelum membeli barang.
Atribut berwujud ini membantu par pelanggan untuk memahami dan mengevaluasi apa
yang akan mereka dapatkan sebagai pertukaran dari uang yang mereka keluarkan
serta mengurangi rasa ketidakpastian atau risiko yang terkait dengan pembelian
produk.
·
Experience
attributes/ atribut pengalaman adalah hal-hal yang tidak bisa
dievaluasi sebelu pembelian dilakukan. Para pelanggan harus mengalami jasa
tersebut sebelum mereka dapat menilai atribut seperti kehandalan produk,
kemudahan pemakaian, dan bantuan pelanggan.
·
Credence
attributes/ atribut kredibilitas. Disini, pelanggan dipaksa
untuk meyakini atau mempercayai bahwa beberapa hal sudah dilakukan agar sesuai
dengan kualitas yang dijanjikan.
d. Persepsi
Resiko
Semakin tinggi tingkat
kesulitan pelanggan dalam mengevaluasi jasa sebelum melakukan pembelian ,
semakin tinggi persepsi risiko yang berkaitan dengan keputusan tersebut. Persepsi risiko secara khusus sangatlah
relevan untuk produk jasa yang sulit dievaluasi sebelum dan pembelian dan
konsumsinya, dan pengguna perdana cenderung menghadapi ketidakpastian yang
lebih besar. Beberapa macam metode untuk mengurangi risiko:
·
Secara pribadi mencari informasi dari
sumber yang dipercaya dan dihormati seperti teman, kolega dll.
·
Menggunakan situs web untuk
membandingkan jasa yang ditawarkan serta melihat ulasan dan pemeringkatan dari
sumber independen.
·
Mempercayakan pada perusahaan yang
memiliki reputasi baik.
·
Mencari garansi dan jaminan.mengunjungi
fasilitas layanan atau uji coba beberapa aspek dari layanan sebelum melakukan
pembelian, dan mempelajari tanda-tanda yang terlihat atau sejumlah bukti fisik
seperti bagaimana rasa dan tampilan dari pengaturan layanan atau berbagai
penghargaan yang dimenangkan oleh perusahaan itu.
·
Menanyakan kepada karyawan yang cukup
berpengetahuan mengenai produk jasa yang saling berkompetisi.
Perusahaan perlu bekerja secara proaktif untuk
mengurangi persepsi pelanggan akan risiko, dengan beberapa strategi berikut:
·
Mendoron para pelanggan prospektif untuk
mengenali layanan dari brosur, situs web dan video
·
Mendorong para pelanggan prospektif
untuk mengunjungi fasilitas layanan sebelum melakukan pembelian.
·
Menawarkan uji coba gratis yang cocok
untuk jasa dengan atribut pengalaman yang tinggi.
·
Iklan. Hal ini memberi para konsumen
suatu interpretasi dan nilai suatu produk atau layanan.
·
Menunjukkan bukti kualifikasi.
·
Penggunaan manajemen bukti, sebuah
pendekatan terorganisasi dengan menunjukkan bukti logis kepada para pelanggan
mengenai citra yang ingin diraih oleh perusahaan dan proposisi ilainya.
·
Menerapkan prosedur keamanan yang dapat
membangun rasa yakin dan percaya.
·
Memberikan kepada para pelanggan akses
informasi online mengenai status ddari pesananan atau prosedur mereka.
·
Menawarkan jaminan layanan seperti
garnsi uang kembali.
e. Ekspektasi
Terhadap Layanan
Jika sebelumnya anda tidak memiliki
pengalaman yang relevan, andda mungkin akan memiliki ekspektasi sebelum membeli
yang mengacu dari komnetar mulut ke mulut, berbagai cerit dalam beberapa berita atau kegiatan pemasaran yang dilakukan
sendiri oleh prusahaan. Faktor- faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat
ekspektasi pelanggan:
·
Layanan yang diinginkan (desired service). Hal ini adalah
tingkat harapan suatu kombinasi akan apa yang para pelanggan anggap dapat dan
harus dihantarkan dalam konteks kebutuhan pribadi mereka.
·
Layanan yang memadai (adequate service). Tingkat minimal
layanan yang akan diterima para peanggan tanpa mengalami suatu kekecewaan.
·
Layanan yang diperkirakan (predicted service). Ini adalah tingkat
layanan yang oleh para pelanggan diantisipasi untuk diterima. Layanan yang
diperkirakan dapat dipengaruhi oleh janji dari penyedia layanan, word of mouth,
dan pengalaman masa lalau. Tingkt layanan yang diperkirakan ini akan langsung
memengaruhi cara pelanggan mendefinisikanadequaed service pada saat itu.
·
Zona toleransi yaitu sejauh mana
pelanggan mau menerima variasi-variasi dalam pelayanan . zona toleransi dapat
juga dilihat sebagai zona di mana para pelanggan tidak terlalu memberikan erhatian eksplisit
pDAada peyelenggataan layanana. Ketika penyelenggara layanan berada di luar
rentang ini, para pelanggan akan bereaksi baik reaksi posotif maupun negatif.

f. Keputusan
Pembelian
Berbagai keputusan pembelian untuk
layanan jasa sering dilakukan merupakan hal yang cukup sederhana dan dapat
dibuat dengan cepar, tanpa perlu terlalu banyak pemikiran, persepsi risikonya
rendah, pilihan-pilihannya jelas, dan karena pernah digunakan sebelumnya,
katakteristiknya mudah dipahami.
TAHAP
PELAYANAN
Tahap ini sering dimulai dengan
pemesanan, meminta reservasi, atau bahkan mengirimkan formulir aplikasi. Tahap
transaksi interaksi layanan adalah waktu pada saat seoorang pelanggan
berinteraksi secara langsung dengan penyedia layanan.
a. Proses
Pelayanan adalah moment of truth
Kita bisa berkata bahwa persepsi
kualitas dibentuk pada saat moments of truth, ketika penyedia layanan dan
pelanggan saling berhadapan di arena. Pada saat itu mereka lebih tergantung
pada diri mereka sendiri. Hanya ada ketrampilan, motivasi, dan sarana yang
digunakan oleh perwakilan perusahaan dengan ekspektasi dan perilaku pelanggan
yang bersama-sama akan menciptakana proses layanan (ichard Norman).
b. Transaksi
Interaksi Layanan Terentang dari Kontak-Tinggi ke Kontak-Rendah
·
Layanan kontak-tinggi, menggunakan
layanan kontak-tinggi memerlukan interaksi antara para pelanggan dan
orhganisasi selama proses pelayanan. Pertemuan pelanggan dengan penyedia
layanan berlangsung dalam suatu sifat yang berwujud dan bersifat fisik.
·
Layanan kontak-rendah, di ujung lain
dari spketrum, layanan kontak-rendah melibatkan hanya sedikit, itu pun bila
ada, kontak fisik antara para pelanggan dan para penyedia layanan. Sebaliknya,
kontak terjadi dalam suatu jarak melalui media elektronik atau saluran
distribusi fisik yang berorientasi pada kenyamanan.
c. Sistem
Servuction
Untuk menggambarkan bagian dari
lingkungan fisik organisasi layanan yang dapat dilihat dan dialami oleh para
pelanggan. Sistem servuction terdiri
dari inti bersifat teknis yang tidak terlihat oleh pelanggan dan sistem penghantaran
layanan yang terlihat dan dialami pelanggan.
·
Inti yang bersifat teknis, dimana input
diproses dan elemen produk jasa diciptakan. Inti bersifat teknis ini biasanya
ada di bekakang layar dan tidak terlihat oleh pelanggan.
·
Sistem penghantaran layanan, dimana
perakitan terakhir dilakukan dan produk dihantarkan kepada pelanggan. Subsistem
ini termasuk bagian yang terlihat dari sistem operasi pelayanan.
d. Teater
Sebagai Metafora untuk Penghantaran Layanan: Sebuah Perspektif Integratif
Karena proses penghantaran layanan
terdiri dari serangkaian kejadian yang dialami para pelanggan sebagai sebuah
pertunjukan , teater merupakan metafora yang bagus untuk jasa dan penciptaan
pengalaman pelanggan melalui sistem servuction.
e. Teori
Peran dan Naskah
·
Teori Peran. Stephen Grove dan Ray Fisk
mendefinisikan peran sebagai “ sekumpulan pola perilaku yang dipelajari melalui
pengalaman dan komunikasi, untuk dilakukan oleh seorang dalam sebuah interaksi
sosial tertentu untuk mencapai tujuan secara maksimal dan efektif. Peran juga
didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari sejumlah pertanda sosial atau
ekspektasi masyakat, yang memandu perilaku dalam suatu keadaan atau konteks
yang spesifik”.
·
Teori Naskah, sebuah naskah layanan
memerincikan berbagai rentetan perilaku para pegawai dan para pelanggan yang
harus dilakukan selama penghantaran layanan. Para pegawai mendapatkan pelatihan
formal, para pelanggan mempelajari naskha melali pengalaman, komunikasi dengan
orang lain, serta komunikasi dan edukasi yang telah terancang. Jika sebuah
perusahaan memutuskan untuk mengubah naskh layanan, para pegawai dan para
pelanggan harus di edukasi tentang pendekata baru tersebut dan manfaat yang
didaptkan darinya.
·
Teori
Peran dan Naskah Saling Melengkapi. Teori peran dan naskah mengendalikan
perilaku pegawai maupun pelanggan selama proses pelayanan. Kerangka kerja yang
ditawarkan oleh kedua teori merupakan hal yang saling melengkapi dan
menggambarkan perilaku suatu pertemuan dari dua perspektif yang berbeda.
Pemasar jasa yang baik dapat memahami kedua perspektif dan secara proaktif
mendefinisikan , mengkomunikasikan, serta melatih pegawai dan para pelanggan
mereka sesuai peranan dan naskah layanan. Untuk menyelenggarakan layanan yang
akan menghasilkan kepuasan pelanggan dan produktivitas layanan yang tinggi.
TAHAP PASCAPELAYANAN
Dalam tahap pasaca pelayanan ini,
para pelanggan menilai kinerja layanan yang telah mereka alami dan
membandingkannya dengan ekspektasi mereka sebelumnya.
a. Kepuasan
Pelanggan dengan Pengalaman Layanan
Kepuasan adalah semacam penilaian
perilaku yang terjadi setelah pengalaman mengonsumsi layanan. Kebanyakan hasil
riset menunjukkan bahwa konfirmasi atau diskonfirmasi dari ekspektasi
prakonsumsi adalah faktor yang menentukan dari kepuasan. Hasil dari penilaian
akan diberi label diskonfirmasi positif apabila layanan lebih baik dari
ekspektasi, diskonfirmasi negatif apabila layanan buruk dari ekspektasi, dan
konfirmasi biasa apabila layanan sesuai dengan ekspektasi. Jika kinerja layanan
mendekati atau melebihi tingkat layanan yang diinginkan (desired service level), para pelanggan akan sangat senang, para
pelanggan ini sangat mungkin akan melakukan pembelian berulang, tetap loyal
kepada penyedia layanan, dan menyebarkan word of mouth positif. Tetapi jika
pengalaman layanan tidak memenuhi harapan mereka, para [elanggan mungkin akan
mengeluh tentang buruknya kualitas layanana, secara diam-diam menderita, atau
di masa mendatang beralih ke penyedia layananan lain.
b. Ekspektasi
Layanan
Selama proses pengambilan keputusan
, para pelanggan menilai atribut-atribut dan berbagai risiko yang berhubungan
dengan layanan yang ditawarkan. Di dalam proses itu, mereka mengembangkan
sejumlah ekspektasi tentang bagaimana pelaksanaan layanan yang mereka pilih
(tingkat layanan yang diperkirakan,
diinginkan, dan memadai seperti yang telah didiskusikan pada bagian
keputusan pembelian konsumen).
c. Apakah
Ekspektasi Selalu Menjadi Standar perbandingan?
Membandingkan kinerja dengan
ekspektasi akan berguna dalam pasar yang kompetitif di mana para pelanggan
memiliki cukup pengetahuan untuk memilih layanan yang memenuhi keinginan dan
kebutuhan mereka. Lalu, ketika ekspektasi tersebut terpenuhi, pelanggan akan
terpuaskan. Tetapi dalam pasar yang nonkompetitif atau dalam situasi di mana pelanggan tidak
memiliki kebebasan untuk memilih (misalnya, terkendala oleh biaya untuk beralih
ke penyedia jasa lain, atau karena batasan waktu atau lokasi), ada risiko dalam
mendefinisikan kepuasan pelanggan secara relatif terhadap ekspektasi mereka sebelumnya.
Dalam situasi seperti itu lebih baik menggunakan kebutuhan atau keinginan
sebagai standar perbandingan dan untuk mendefinisikan bahwa kepuasan itu adalah
jika memenuhi atau melebihi keinginan dan kebutuhan pelanggan, bukan ekspektasi
mereka.
d. Kegembiraan
Pelanggan
Temuan dari riset yang dilakukan
oleh Richard Oliver, Roland Rust dan Sajeev Varki menunjukkan bahwa kegembiraan
pelanggan merupakan fungsi terdiri dari
tiga komponen: (1) kinerja tingkat
tinggi yang tidak diduga, (2) munculnya kegairahan (misalnya kejutan,
kegirangan).
e. Hubungan
Antara Kepuasan Pelanggan dan Kinerja Korporat
Para peneliti dari University of
Michigan menemukan bahwa rata-rata setiap 1 % peningkatan dalam kepuasan
pelanggan terkait dengan peningkatan sebesar 2.37% dalam ROI atau tingkat
pengembalian investasi perusahaan. Dengan kata lain, dengan menciptakan lebih
banyak nilai untuk pelanggan, yang dihitung dengan peningkatan kepuasan,
perusahaan akan menghasilkan lebih banyak nilai bagi pemiliknya.
KASUS
Ketua
Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Zainal Abidin
mengatakan, kasus yang berkaitan dengan gangguan kenyamanan pasien di Rumah
Sakit Harapan Kita terkait erat dengan kode etik. Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga adalah memberikan pelayanan
kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien. Ada fungsi sosial di dalamnya.
Berdasarkan
kode etik dan undang-undang itu, semua sarana dan prasarana rumah sakit harus
difungsikan untuk mendukung kegiatan utamanya, yakni pelayanan kesehatan. Mempromosikan
pelayanan kesehatan di Indonesia adalah hal yg baik, tapi tidak boleh mengganggu
pelayanan kesehatan. Tanggapan PB IDI tersebut ditujukan pada kasus kematian
Ayu Tria Desiani (9), penderita leukimia (kanker darah), di Intensive
Critical Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Anak dan Ibu Harapan Kita Jakarta,
Rabu (26/12) yang pada saat itu, sinetron "Love in Paris" juga
tengah melakukan pengambilan gambar di sana.
Tuntutan pihak keluarga pasien tidak menyinggung tentang pelayanan rumah
sakit, tapi lebih ke soal gangguan kenyamanan. Meskipun demikian, sikap IDI
adalah tegas agar kasus serupa tidak terjadi lagi dengan menghimbau para
produser film maupun sinetron untuk membuat prosedur yang baik mengenai adegan
mengenai rumah sakit, dokter, maupun yang berkaitan dengan kesehatan. IDI
berkali-kali mengimbau pembuat film maupun sinetron untuk membuat karya yang
berkualitas. Jangan mengganggu pelayanan rumah sakit dan tidak menggambarkan
kebodohan dokter di Indonesia yang hanya dengan stetoskop bisa memvonis kanker.
"Kalau perlu buatlah studio semirip mungkin dengan rumah sakit kalau
memang ingin menghasilkan karya yang berkualitas," kata Zainal selaku
ketua IDI.
Terkait
pelanggaran kode etik yang dilakukan RS Harapan Kita, IDI tidak memiliki
wewenang untuk menindak lebih lanjut karena rumah sakit berada di bawah
Kementerian Kesehatan.
a. Analisis
kasus
Kasus ini berkaitan dengan pelayanan
Rumah Sakit yang kurang profesional, dimana pihak rumah sakit tidak dapat
bertindak tegas dalam menangani pasien bertepatan dengan adanya syuting
sinetron di lokasi tersebut. Kasus ini telah melanggar Kode Etik dan Pasal 32
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga
adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien.
b. Problem
Solving
·
Seharusnya
pengelola rumah sakit tidak mengizinkan pelaksanaan kegiatan yang dapat
mengganggu kenyamanan pasien dan keluarga pasien, termasuk mengizinkan
pengambilan gambar untuk sinetron di ruang ICU.
·
Kepentingan bisnis seyogyanya tidak
menganggu kepentingan kemanusiaan.
·
Pihak rumah sakit harus tetap
mengutamakan keselamatan dan kenyamanan pasien dengan menegakkan peraturan yang
tidak mengganggu keberadaan pasien yang dirawat.
·
Penegasan terhadap Undang-undang dan
Kode Etik yang telah dibuat oleh pemerintah.
c. Keterkaitan
dengan Perilaku Konsumen dalam Konteks jasa
Rumah
Sakit merupaka salah satu bidang usaha yang kegiatan utamanya adalah pelayanan.
Baik atau tidaknya kredibilitas rumah sakit dapat dinilai dari perasaan puas
para konsumen dalam hal ini adalah pasien yang berobat disana. Kebutuhan akan
rumah sakit muncul karena adanya rasa sakit dari konsumen yaitu pasien yang
mengharapkan kesehatannya pulih dengan pergi berobat. Calon pasien juga pasti
menentukan kriteria rumah sakit seperti apa yang akan didatangi, misal dari
segi keahlian dokter praktek, kelengkapan alat periksa, kemudahan administrasi,
dan pelayanan atau service dari semua stakeholder baik apoteker maupun perawat.
Setelah itu barulah pasien mempercayakan untuk mendatangi rumah sakit dan
berobat disana. Saat terjadi pmeriksaan, pasien sebagai konsumen juga melakukan
pengamatan bagaimana kinerja pihak rumah sakit yang seharusnya dapat melayani
pasiennya dengan baik. Kemudian terjadilah kegiatan evaluasi oleh pasien yang
telah mendapatkan pelayanan, apakah mereka memperoleh kepuasan atau tidak. Jika
adda kepuasan terhadap pelayanan, mereka pasti akan menginfokan kepada kerabta
untuk berobat di rumah sakit tersebut atau mungkin jika suatu hari sakit lagi
akan berobat di rumah sakit yang sama.
Editor:
Ruslan Burhani
REFERENSI
Lovelock, Christopher H, Jochen
Wirtz, Jacky Mussry (2011), Pemasaran
Jasa Manusia,Teknologi, Strategi,
Penerbit Erlangga
http://www.antaranews.com/berita/350716/kasus-rs-harapan-kita-terkait-kode-etik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar